“Masa Depan Dosen PNS sebagai Advokat: Meninjau Putusan MK dan Implikasinya bagi Advokat Murni”
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk berpraktik sebagai advokat menuai pro dan kontra di kalangan praktisi hukum. Di satu sisi, keputusan ini dianggap sebagai langkah progresif dalam memberikan ruang bagi akademisi untuk terjun ke dunia praktik. Namun, di sisi lain, putusan ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah keadilan benar-benar hadir bagi advokat murni yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk profesi ini?
Analisis Hukum: Menakar Legalitas dan Rasionalitas Putusan MK
MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa profesi advokat adalah pekerjaan bebas yang tidak terikat pada struktur birokrasi pemerintahan. Oleh karena itu, status dosen PNS yang memiliki kebebasan akademik dinilai tidak bertentangan dengan prinsip profesi advokat. Namun, jika ditelisik lebih dalam, terdapat beberapa celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan ketimpangan kompetitif dalam dunia advokat.
Pasal 2 ayat (2) UU Advokat yang sebelumnya mengatur larangan bagi PNS untuk menjadi advokat didasarkan pada prinsip independensi profesi advokat. Putusan MK yang membatalkan ketentuan ini berisiko mengaburkan batas antara dunia akademis yang bersifat ilmiah dengan dunia advokasi yang bersifat praktis dan komersial. Secara hukum, keputusan ini memang memiliki landasan dalam hak konstitusional atas kebebasan bekerja, tetapi implikasi di lapangan perlu dikaji lebih dalam.
Dampak bagi Advokat Murni: Kompetisi Tak Seimbang dan Degradasi Profesionalisme
Dibukanya ruang bagi dosen PNS untuk berpraktik sebagai advokat menciptakan ketidakseimbangan dalam kompetisi hukum. Advokat murni yang bergantung sepenuhnya pada praktik hukum harus menghadapi persaingan dengan dosen yang sudah memiliki jaminan pendapatan tetap dari negara. Hal ini tentu berpotensi merugikan advokat profesional yang bergantung pada klien sebagai sumber penghidupan utama mereka.
Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa dosen PNS yang berprofesi ganda bisa mengalihkan fokus dari tugas utamanya sebagai pendidik dan peneliti di perguruan tinggi. Praktik advokat membutuhkan dedikasi penuh, kepekaan terhadap kebutuhan klien, serta keterampilan litigasi yang diasah melalui pengalaman bertahun-tahun. Kehadiran dosen PNS di dunia advokat dapat menurunkan standar profesionalisme jika tidak diatur dengan ketat.
Kritik atas Ketidakadilan Putusan MK: Keberpihakan atau Pengabaian terhadap Profesi Advokat?
Putusan ini menuai kritik keras dari berbagai kalangan karena dianggap mengabaikan asas keadilan bagi advokat murni. MK seolah memberikan keistimewaan bagi dosen PNS dengan dalih kebebasan profesi, sementara advokat murni yang telah melalui proses panjang dalam membangun karier harus berjuang dalam persaingan yang semakin ketat.
Pertanyaan fundamental yang muncul adalah: apakah negara memberikan perlakuan yang setara bagi seluruh profesi hukum? Jika advokat murni diharuskan menjalani berbagai persyaratan ketat untuk berpraktik, mengapa dosen PNS diizinkan untuk menjalani dua peran sekaligus?
Putusan ini juga dinilai bertentangan dengan prinsip good governance, yang menekankan pentingnya profesionalisme dan non-konflik kepentingan dalam setiap profesi. Kemungkinan adanya benturan kepentingan menjadi isu krusial yang belum sepenuhnya dijawab oleh putusan ini.
Kesimpulan: Membutuhkan Regulasi yang Adil dan Berimbang
Meskipun putusan MK bersifat final dan mengikat, evaluasi serta regulasi lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa keputusan ini tidak merugikan advokat murni dan tidak menciptakan ketimpangan dalam dunia hukum. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Pembatasan Praktik Dosen PNS – Dosen yang menjadi advokat sebaiknya dibatasi hanya pada bidang pro bono atau konsultasi akademis, bukan praktik komersial penuh.
- Kode Etik Khusus – Dibutuhkan kode etik yang lebih ketat bagi dosen PNS yang berprofesi ganda agar tidak terjadi benturan kepentingan.
- Pengawasan yang Ketat – Pemerintah perlu membentuk mekanisme pengawasan untuk memastikan dosen PNS tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Pada akhirnya, perdebatan ini menegaskan bahwa keadilan dalam dunia hukum tidak hanya terletak pada putusan pengadilan, tetapi juga dalam pelaksanaannya di tengah masyarakat hukum itu sendiri. Bagaimana nasib profesi advokat ke depan? Hanya waktu yang akan menjawab.
Tentang Penulis
Artikel ini ditulis oleh Akhmad Mufasirin, S.H., M.H., M.Kn., seorang advokat senior dan konsultan hukum di Firma Hukum Suryo Kusumo. Dengan pengalaman luas di berbagai bidang hukum, Akhmad Mufasirin dikenal sebagai praktisi hukum yang berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan serta aktif dalam memberikan edukasi hukum kepada masyarakat.